Semakin kritisnya kondisi lingkungan hidup menimbulkan
keprihatinan banyak pihak, tak hanya para ilmuwan dan pemerhati lingkungan
saja, para filsuf dan agamawan pun ikut memikirkannya. Pembahasan mengerucut
pada akar masalah kerusakan lingkungan yaitu manusia sebagai pelaku utama dalam
lingkungan hidup.
Usaha manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di satu
sisi membawa manusia pada suatu era yang disebut modern, hidup manusia kian
mudah, potensi yang ada di alam dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Di sisi yang lain, kemampuan manusia mengolah alam menempatkan dirinya
sebagai pusat alam semesta (Antroposentris).
Pandangan manusia terhadap alam berubah. Setelah kemampuan manusia berkembang dan berhasil menemukan karakter dan hukum-hukum alam, manusia menemukan egonya. Dirinyalah penguasa alam.
Pandangan manusia terhadap alam berubah. Setelah kemampuan manusia berkembang dan berhasil menemukan karakter dan hukum-hukum alam, manusia menemukan egonya. Dirinyalah penguasa alam.
Segala sesuatu yang ada di alam semesta adalah miliknya dan
digunakan sepenuhnya untuk menunjang hidupnya. Sayangnya, yang muncul kemudian
bukanlah kearifan memanfaatkan alam, tapi keserakahan untuk mendapatkan
keuntungan yang lebih. Sebenarnya, setiap saat manusia selalu memikirkan cara
untuk melestarikan alam. Namun usaha tersebut bukanlah berdasarkan Etika
Deontologi. Bagi mereka usaha melestarikan alam itu hanya dianggap sebagai
tindakan yang indah karena bisa menimbulkan kesenangan, adapula yang menganggap
melestarikan alam hanya sebagai suatu formalitas yang dapat memberikan
keuntungan bagi dirinya sendiri, tanpa ada rasa keharusan untuk melaksanakan.
Pandangan Antroposentrisme membawan lingkungan pada kondisi yang buruk
(pemanasan global, perubahan iklim, dan berbagai macam bencana alam). Dampak
kerusakan lingkungan itu akhirnya membawa manusia pada suatu kesadaran bahwa
hidup manusia tak akan lestari tanpa ada usaha melestarikan alam.
Oleh sebab itu, perlu ada dasar pemikiran yang harus di
miliki manusia, yaitu :
1. manusia harus memandang alam sebagai
bagian dari dirinya sehingga usaha memelihara alam berarti juga memelihara
dirinya.
2. Manusia menyadari bahwa alam
memunyai hak untuk ada dan lestari. Manusia tak memiliki wewenang sedikit pun
untuk merusaknya.
3. karena dua hal tersebut maka
seberapa pun besarnya kebutuhan manusia untuk memanfaatkan alam, manusia harus
bijak mengolahnya. Mengambil manfaat dari alam sekaligus mengupayakan
kelestariannya.